Senin, 28 Februari 2011

Kiamat dalam Pandangan Filosof dan Teolog Islam

Salah satu persoalan penting semenjak dahulu kala dan menjadi perhatian agama-agama, para teolog dan filosof adalah masalah ma'âd (hari kebangkitan) dan kehidupan setelah kematian. Para pengikut agama seluruhnya meyakini kehidupan pasca kematian dan keyakinan ini dipandang sebagai salah satu masalah paling asasi sebuah agama atau mazhab.
Ma'âd bermakna dibangkitkannya manusia setelah kematian dimana manusia kembali hidup dan pada kehidupan baru seluruh amal perbuatannya akan diperhitungkan. Keyakinan ini secara umum, terlepas dari hal-hal detilnya, disepakati oleh seluruh teolog dan filosof Ilahi serta seluruh kaum Muslimin, sesuai dengan ayat al-Qur'an, memiliki keyakinan terhadap adanya hari kebangkitan (ma'âd). 
Adapun berkenaan dengan bagaimana proses terjadinya hari kebangkitan, dalam literatur-literatur Islam ditegaskan tentang adanya ma'âd jasmani. Ma'âd jasmani maksudnya adalah bahwa manusia yang dibangkitkan dan dikumpulkan pada hari Kiamat adalah manusia yang hidup di alam dunia ini dan orang yang dibangkitkan pada hari Kiamat adalah orang yang memiliki bentuk ragawi di dunia (sebagai sebuah realitas yang terdiri dari ruh dan jasad).
Terkait dengan ma'âd jasmani, para teolog semata-mata bersandar pada dalil-dalil referensial (naqli) dan hal ini mereka pandang sebagai perkara ta'abbudi (taken for granted, sudah dari sononya). Namun sekelompok filosof dan khususnya para proponen maktab Peripatetik (Masyya) mengkaji ma'âd jasmani dari sudut pandang akal dan karena mereka tidak mampu memecahkan pelbagai kesulitan-kesulitan ilmiah ma'âd jasmani (di antaranya kemustahilan kembalinya sesuatu yang tiada [i'âda ma'dum]) maka mau tak mau mereka beralih pada ma'âd ruhani dan mengingkari ma'âd jasmani atau minimal mereka berpandangan bahwa ma'âd jasmani tidak dapat ditetapkan dan dibuktikan melalui pisau analisa filosofis.
Sebagian filosof lainnya menggunakan metode khusus untuk menetapkan ma'âd jasmani; di antaranya adalah Mulla Shadra Syirazi yang berpandangan bahwa badan yang dibangkitkan pada hari Kiamat merupakan badan latif (lunak) yang serupa dengan badan duniawi ini, akan tetapi badan latif (lunak) ini memiliki kapasitas untuk hidup abadi. Mulla Shadra menyebut badan seperti ini sebagai badan mitsâli.
Adapun orang-orang yang berbuat kejahatan akan mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatannya dan menempati neraka jahannam. Keyakinan ini secara umum, terlepas dari hal-hal detilnya, disepakati oleh seluruh teolog dan filosof Ilahi dan seluruh kaum Muslimin sesuai dengan al-Qur'an meyakini akan terjadinya hari kebangkitan.
 
Menetapkan Inti Ma'âd
Dalam ilmu teologi dan filsafat terdapat seabrek dalil yang dapat digunakan untuk menetapkan inti (ashl) ma'âd (hari kebangkitan). Pada kesempatan ini, sebagai perumpamaan kami akan menyebutkan sebagian dari dalil-dalil tersebut:
Ma'âd (hari kebangkitan) merupakan sebuah perkara yang pasti dan hakiki serta tidak terpisah dari masalah penciptaan. Karena gerakan (harâkah) yang terdapat di alam semesta, demikian juga gerakan kehendak manusia yang dalam upayanya melintasi jalan kesempurnaan, tidak bisa terimplementasi tanpa adanya tujuan. Karena itu, kehidupan temporal manusia harus memiliki tujuan yang merupakan jalur dan ujung lintasannya untuk sampai pada kesempurnaan. Bukan sekali berhenti dan berujung pada ketiadaan dan kenihilan. Persoalan ini juga dapat dijelaskan terkait dengan seluruh penciptaan dan dalam perspektif ini bukan hanya manusia yang memiliki hari kebangkitan, melainkan perkara ini terkait dengan seluruh penciptaan. Hal ini juga dinyatakan dalam al-Qur'an sebagaimana pada ayat, "Wamâ khalaqnâ al-samâ wa al-ardh wa ma bainahum bâtilân dzalika zhannulladzina kafarû fawailun lilladzina kafarâ minnnâr." (Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya sia-sia. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka, Qs. Shad [38]:27)
Demikian juga salah satu dalil terpenting bagi kepastian terjadinya ma'âd adalah tuntutan dan keniscayaan keadilan Ilahi; karena apabila setelah kematian, tidak terdapat hari perhitungan, ganjaran dan hukuman maka keniscayaan dari tiadanya perhitungan ini adalah kesamaan antara orang yang taat dan orang yang bermaksiat ('ashi) dan tentu saja Allah Swt sangat mulia dari kondisi seperti ini. Keadilan Ilahi meniscayakan bahwa orang-orang yang mengerjakan kebaikan mendapatkan ganjaran yang setimpal dan orang-orang yang mengerjakan keburukan memperoleh hukuman yang setimpal dengan perbuatan buruk mereka.
Penting untuk disebutkan bahwa di samping dalil-dalil teologis dan filosofis terkait dengan persoalan ma'âd, salah satu tema penting yang memiliki hubungan berkelindan dengan masalah ma'âd adalah penetapan ruh bagi manusia demikian juga penetapan kehidupan barzakh (isthmus). Karena keniscayaan wujud ruh non-material bagi manusia adalah bahwa setelah kematian gerakannya tidak akan berhenti dan akan terus berlanjut pada kehidupan ukhrawi yang selaras dengan amal perbuatannya pada kehidupan duniawi.
 
Bagaimana Proses Terjadinya Ma'âd
Adapun bagaimana proses terjadinya ma'âd harus dikatakan bahwa: apa yang diyakini oleh para pemeluk agama adalah terjadinya ma'âd jasmani. Hal ini juga dinyatakan dalam Islam. Ma'âd jasmani maksudnya adalah bahwa manusia yang dihimpunkan pada hari kebangkitan adalah manusia yang sebelumnya hidup di alam dunia. Dan orang yang dibangkitkan pada hari Kiamat adalah orang yang memiliki corak ragawi, bendawi dan jasmani sedemikian sehingga barang siapa yang melihatnya di dunia maka ia akan berkata bahwa orang ini adalah orang yang ia lihatnya di dunia berikut tipologi duniawinya. Sebagai sebuah realitas yang terangkap dari ruh dan jasad atau benda (jism).
Dalil-dalil yang disodorkan oleh kaum teolog terkait dengan hari kebangkitan semuanya menyoroti masalah penetapan inti terjadinya hari kebangkitan, namun terkait dengan proses terjadinya, jasmani atau ruhani, mereka semata-mata bersandar pada dalil-dalil referensial (naqli) dan memandangnya sebagai suatu hal yang sudah semestinya harus diterima (taken for granted, ta'abbudi).
Demikian juga bertautan dengan hal-hal detil tentang hari kebangkitan; seperti surga, neraka, jembatan (shirat), timbangan amal (mizan) dan sebagainya mereka berpandangan bahwa semata-mata yakin terhadap inti persoalan ini sudah memadai. Pembahasan bagaimana proses terjadinya hari kebangkitan dan dalil-dalil rasionalnya tidak terlalu penting dan hal ini boleh jadi menjadi penyebab munculnya syubha (keraguan) dalam masalah hari kebangkitan.[1]
Namun demikian berbeda dengan kaum teolog, para filosof memberikan perhatian ekstra terhadap persoalan ma'âd jasmani dan masing-masing menyodorkan pandangan khusus dalam masalah ini.
 
Ma'âd Ruhani dan Jasmani dalam Filsafat
Sebagian filosof dan khususnya pengikut maktab filsafat Peripatetik hanya meyakini ma'âd ruhani. Mereka berkata, "Pasca kematian, hubungan ruh dan badan akan terputus. Akan tetapi mengingat ruh merupakan entitas yang murni dari materi, maka kefanaan dan ketiadaan tidak ada jalan baginya. Setelah terputusnya hubungan dengan badan, ruh akan tetap ada.[2] Kelompok filosof ini lantaran tidak mampu memecahkan pelbagai kritikan ilmiah ma'âd jasmani (di antaranya keraguan akan munculnya syubha kembalinya sesuatu yang tiada [i'âda ma'dum]) mau tak mau mereka condong kepada ma'âd ruhani dan mengingkari ma'âd jasmani. Atau mereka berpandangan bahwa ma'âd jasmani tidak dapat ditetapkan dan dibedah dengan menggunakan pisau analisis filsafat.
Filosof Peripatetik semisal Ibnu Sina dalam hal ini berkata, "Menetapkan ma'âd melalui jalan syariat, riwayat dan ayat-ayat dapat dilakukan dengan mudah. Dan sebagian dari hal tersebut dapat dipahami dengan akal, silogisme dan argumentasi. Sebagian hal tersebut adalah masalah kebahagiaan dan kecelakaan jiwa (ma'âd ruhani)….." Setelah menjelaskan dan menafsirkan secara detil tentang masalah kebahagiaan dan penderitaan ruh, Ibnu Sina menjelaskan bahwa ma'âd jasmani yang menjadi obyek pembahasan filsafat tidak dapat ditetapkan melalui jalan rasional.[3]
Sebagian filosof lainnya untuk menetapkan ma'âd jasmani mereka yang memiliki metode khusus di antaranya adalah Mulla Shadra Syirazi yang meyakini bahwa badan yang dibangkitkan pada hari kebangkitan adalah sebuah badan latif (lunak) yang serupa dengan badan duniawi dan memiliki kapasitas yang diperlukan untuk menjalani kehidupan ukhrawi. Mulla Shadra menyebut badan seperti ini sebagai badan mitsali. Di antara filosof yang meyakini ma'âd dengan badan mitsâli adalah Syaikh Syihabuddin Suhrawardi,[4] dengan sedikit perbedaan dengan pandangan Mulla Shadra, termasuk premis-premis rasional yang detil dan setelah melalui pelbagai premis-premis ini, Suhrawardi berpandangan bahwa hakikat jasmani manusia adalah jasmani mitsali. Meski terkadang dapat disimpulkan dari penuturan Mulla Shadra bahwa ia meyakini tentang adanya ma'âd dengan badan material duniawi; akan tetapi pada ghalibnya dari karya-karya Mulla Shadra dapat disimpulan bahwa sandaran utama Mulla Shadra terkait dengan badan yang dibangkitkan pada hari Kiamat adalah badan mitsâli. Dan melalui jalan ini dimana seluruh tipologi jasmani pada tingkatan yang lebih lunak, intensitasnya yang lebih tinggi yang teralisir untuk badan mitsali, Mulla Shadra menetapkan jasmaninya kehidupan ukhrawi. [IQuest]
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 



[1]. Muhammad Ridha Muzhaffar, 'Aqâid al-Imâmiyah, hal. 127, Intisyarat al-Syarif al-Radhi, Qum, 1411 H.  
[2]. Ja'far Subhani, 'Aqâid Islâmi dar Partû Qur'ân, hal. 582, Nasyr-e Daftar-e Tablighat-e Islami, Qum, 1379 S.  
[3]. Farhangg-e Ma'ârif Islâmi, jil. 3, hal. 1816.  
[4]. 'Aqâid Islâmi dar Partû Qur'ân, hal. 582.  


Link
http://www.wisdoms4all.com/

Manusia Makhluk Pencari Kesempurnaan

Jika kita amati berbagai motif yang ada dalam jiwa manusia dan kecenderungan-kecenderungannya, kita akan temukan bahwa kebanyakan motif utama tersebut adalah keinginan untuk meraih kesempurnaan dan menghindari berbagai kekurangan. Kita tidak akan menemukan seorang pun yang menyukai kekurangan pada dirinya. Manusia senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan berbagai cela dan cacat yang terdapat pada dirinya sampai ia dapat mencapai kesempurnaan yang diinginkan. Sebelum menghilangkan segala kekurangannya itu, ia berusaha sedapat mungkin untuk menutupinya dari pandangan orang lain. Apabila motif ini berjalan sesuai dengan nalurinya yang sehat, ia akan meningkatkan kesempurnaannya, baik yang bersifat materi maupun maknawi. Namun, bila motif ini menyimpang dari jalannya yang normal –lantaran faktor-faktor dan kondisi tertentu– justru akan melahirkan berbagai sifat buruk seperti congkak, sombong, riya’, dll.
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa rasa ingin sempurna merupakan faktor yang kuat di dalam jiwa setiap manusia. Tetapi biasanya faktor itu terefleksikan dalam sikap nyata yang dapat menarik perhatian. Kalau saja direnungkan sejenak, kita akan dapat mengetahui bahwa sesungguhnya dasar dan sumber berbagai sikap lahiriah itu adalah cinta kepada kesempurnaan.
Akal sebagai Kesempurnaan Manusia
Sesungguhnya proses perkembangan dan kesempurnaan pada tumbuhan itu bersifat pasti, niscaya dan terpaksa. Karena tumbuhan itu tunduk kepada berbagai faktor dan kondisi yang ada di luar diri mereka. Sebuah pohon tidak tumbuh dengan kehendaknya sendiri, ia tidak menghasilkan buah-buahan sesuai dengan kehendaknya, karena tumbuhan tidak memiliki perasaan dan kehendak. Berbeda halnya dengan binatang; ia mempunyai kehendak dan ikhtiar dalam menempuh kesempurnaannya. Tetapi kehendak dan ikhtiarnya itu timbul dari naluri hewani semata, dimana proses dan aktivitasnya terbatas hanya pada kebutuhan-kebutuhan alamiahnya saja dan atas dasar perasaan yang sempit dan terbatas dengan kadar indra hewaninya.
Lain halnya dengan manusia, di samping memiliki segala kelebihan yang dimiliki tumbuhan dan binatang, ia pun memiliki dua keistimewaan lainnya yang bersifat ruhani. Dari satu sisi, keinginan fitriyahnya tidak dibatasi oleh kebutuhan-kebutuhan alami dan material, dan dari sisi lain ia memiliki kekuatan akal yang dapat memperluas pengetahuannya sampai pada dimensi-dimensi yang tak terbatas. Keistimewaan inilah yang membuat kehendak manusia itu dapat melampaui batasan-batasan materi yang sempit, bahkan ia dapat terus bergerak ke satu tujuan yang tak terbatas.
Sebagaimana kesempurnaan yang dimiliki oleh tumbuhan itu bisa berkembang dengan perantara potensinya yang khas, juga kesempurnaan yang dimiliki oleh binatang itu dapat dicapai dengan kehendaknya yang muncul dari naluri dan pengetahuannya yang bersifat indrawi, demikian pula halnya dengan manusia. Kesempurnaan khas manusia pada hakikatnya terletak pada kesempurnaan ruh yang dapat dicapai melalui kehendaknya dan arahan-arahan akalnya yang sehat, yaitu akal yang telah mengenal berbagai tujuan dan pandangan yang benar. Ketika ia dihadapkan pada berbagai pilihan, akalnya akan memilih sesuatu yang lebih utama dan lebih penting.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa perbuatan manusia itu sebenarnya dibentuk oleh kehendak yang muncul dari kecenderungan-kecenderngan dan keinginan-keinginan yang hanya dimiliki oleh manusia dan atas dasar pengarahan akal. Adapun perbuatan yang dilakukan karena motif hewani semata-mata adalah perbuatan yang -tentunya- bersifat hewani pula, sebagaimana gerak yang timbul dari kekuatan mekanik dalam tubuh manusia merupakan sebuah gerak fisik semata-mata.
 Hukum Praktis merupakan Landasan Teoritis
Perbuatan yang disengaja (ihktiyari) merupakan sarana untuk mencapai hasil yang diharapkan. Dan nilai hasil yang diharapkan itu bergantung kepada kualitas tujuannya dan sejauh mana pengaruhnya terhadap kesempurnaan ruh. Begitu pula, jika perbuatan sengaja itu kehilangan sisi kesempurnaan ruhnya, ia akan membuahkan hasil yang negatif.
Dengan demikian, akal baru akan dapat memberikan penilaian terhadap perbuatan sengaja, apabila ia telah mengetahui jenjang-jenjang kesempurnaan manusia, hakikat wujudnya, dimensi-dimensi yang melingkupi kehidupannya dan jenjang kesempurnaan yang mungkin dapat dicapai olehnya. Artinya, akal harus mengetahui dimensi-dimensi wujud manusia dan tujuan penciptaannya. Oleh karena itu, akal tidak dapat menggunakan ideologi yang benar (nilai-nilai moral yang mengatur perbuatan sengaja) dengan baik, kecuali jika ia mempunyai pandangan yang benar mengenai penciptaan alam semesta dan dapat memecahkan berbagai persoalan yang berhubungan dengannya.
Jika akal tidak dapat memecahkan persoalan-persoalan di atas, ia tidak mungkin dapat menentukan nilai perbuatan tersebut secara pasti. Begitupula, jika akal tidak mengetahui tujuan hidup, ia tidak akan dapat menentukan jalan yang semestinya ditempuh demi tujuan tersebut. Jadi, pengetahuan akan dasar-dasar teoritis dari pandangan dunia merupakan landasan utama bagi nilai-nilai moral dan hukum-hukum praktis akal.
Konklusi
Berdasarkan premis-premis di atas tadi, kita dapat membuktikan pentingnya usaha mencari agama dan mengerahkan segenap kemampuan untuk menemukan ideologi dan keyakinan yang benar melalui argumentasi berikut ini:
Bahwa secara fitriyah, setiap manusia memiliki kecenderungan untuk berusaha menemukan kesempurnaan insaninya dengan melakukan berbagai perbuatan. Tetapi, untuk memilih perbuatan-perbuatan yang dapat menyampaikannya kepada tujuan yang diinginkan, terlebih dahulu ia harus mengetahui puncak kesempurnaannya. Puncak kesempurnaan ini hanya dapat diketahui manakala ia telah mengenal hakikat dirinya, awal dan akhir perjalanan hidup-nya. Kemudian ia pun harus mengetahui adanya hubungan –baik positif maupun negatif– di antara berbagai perbuatan dengan aneka-ragam jenjang kesempurnaan, sehingga ia dapat menemukan jalannya yang tepat. Selama ia belum mengetahui dasar-dasar teoritis pandangan dunia ini, ia tidak akan dapat menemukan sistem nilai dan ideologi yang benar.
Dengan demikian, betapa pentingnya usaha mencari dan mengenal agama yang hak yang mencakup ideologi dan pandangan dunia yang benar. Karena jika tidak demikian, seseorang tidak akan dapat mencapai kesempurnaannya yang hakiki. Dan setiap perbuatan yang dilakukan tidak atas dasar nilai-nilai moral dan dasar-dasar pengetahuan semacam itu, tidak bisa dianggap sebagai perbuatan insani. Mereka yang malas dan enggan mencari agama yang benar, atau mereka yang mengetahui kebenaran namun mengingkarinya dan membelot dari jalannya dengan cara menentangnya dan tunduk sepenuhnya kepada kepentingan hewani dan kenikmatan duniawi yang semu, pada hakikatnya adalah binatang belaka.[www.wisdoms4all.com]
Link

Metode Rasional Mengenal Tuhan

 Mukaddimah
 Tidak seorang pun yang ragu bahwa kehidupan di dunia fana ini penuh dengan berbagai problem dan persoalan, mulai dari persoalan-persoalan ringan sampai kepada persoalan-persoalan prinsipal yang berhubungan dengan keyakinan dan keimanan. Berbagai macam solusi telah ditempuh oleh umat manusia untuk mencapai harapan dan tujuan yang diinginkannya. Biasanya, sebelum seseorang melakukan usaha untuk memecahkan berbagai problem dan persoalan yang dihadapinya -termasuk persoalan-persoalan yang berkaitan dengan agama dan keyakinan- terlebih dahulu ia berpikir untuk mencari dan memilih solusi yang paling baik dan tepat . Cara apakah sebenarnya yang mesti ia tempuh agar dapat memecahkan persoalan tersebut? Manakala ia dihadapkan kepada beberapa metode, metode yang manakah yang paling tepat dan benar untuk ia gunakan? Dan dengan dasar ilmu pengetahuan apakah ia harus mencari, menentukan dan memilihnya? Kajian teknis secara luas dan mendalam sehubungan dengan masalah tersebut dibahas di dalam Epistemologi.
      Macam-macam Pengetahuan
 Manusia adalah makhluk berakal dan senantiasa berpikir. Semakin banyak dan mendalam ia berpikir, semakin banyak pula ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan manusia -dilihat dari satu sisi- dapat dibagi menjadi empat macam:
1. Pengetahuan Inderawi atau Eksperimen.
2. Pengetahuan Rasional.
3. Pengetahuan Tekstual atau Dogmatis (Ta’abbudi).
4. Pengetahuan Syuhudi (Penyaksian Batin).
 Berikut ini akan kami jelaskan masing-masing bagian dari keempat macam ilmu pengetahuan tersebut. Setelah itu kami coba menghubungkannya dengan pandangan dunia agar kita dapat menemukan jalan dan cara yang paling tepat untuk memecahkan berbagai persoalan yang berhubungan erat dengan masalah keyakinan dan kepercayaan.
1. Pengetahuan Inderawi atau eksperimen.
Pengetahuan macam yang pertama ini dapat diperoleh seseorang melalui panca inderanya. Artinya seseorang yang memiliki panca indera yang sehat akan dapat memperoleh ilmu pengetahuan dengan cara menggunakan panca inderanya. Berbagai cabang ilmu pengetahuan yang biasanya menggunakan metode ini adalah cabang ilmu yang bersifat empirik seperti : Fisika, Kimia dan Biologi.
2. Pengetahuan Rasional.
Pengetahuan macam yang kedua ini tersusun dari pahaman-pahaman cerapan (mafahim intiza'iyah) yang di dalam pembahasan filsafat biasanya disebut dengan logika sekunder (ma'qulat tsanawiyah). Untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat rasional ini, akal pikiran seseorang memiliki peran utama di samping juga menggunakan panca inderanya dan metode eksperimen dalam membentuk premis-premis analogis. Cabang-cabang ilmu pengetahuan yang biasanya menggunakan metode ini adalah : Logika, Filsafat dan Matematika.
 3. Pengetahuan Tekstual atau Dogmatis (Ta’abbudi).
Ilmu pengetahuan jenis ketiga ini sangat bergantung kepada ilmu pengetahuan sebelumnya. Dengan kata lain seseorang tidak akan dapat memperoleh ilmu pengetahuan macam ini jika tidak memiliki ilmu pengetahuan sebelumnya sebagai dasar atau sumber untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Misalnya pengetahuan yang diperoleh melalui informasi orang lain yang dapat dipercaya kejujurannya. Ilmu pengetahuan para pemeluk agama yang mereka peroleh dari hasil mendengarkan ucapan-ucapan dan ceramah-ceramah para pemuka mereka, merupakan contoh yang jelas bagi pengetahuan dogmatis ini. Bahkan sangat mungkin bahwa keimanan dan keyakinan yang mereka peroleh dengan cara dan melalui jalan tersebut lebih mengakar dibandingkan dengan keimanan dan keyakinan yang mereka peroleh melalui panca indera dan eksperimen.
   4. Pengetahuan Syuhudi (Penyaksian Mata Batin).
Ilmu pengetahuan macam yang keempat ini berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya. Karena ilmu pengetahuan jenis ini berhubungan langsung dengan maklum atau wujud objeknya, artinya ia tidak lagi menggunakan perantara gambaran konseptual yang ada di benak. Dengan kata lain yang lebih jelas, biasanya seseorang dapat memperoleh suatu ilmu pengetahuan dengan melalui gambaran-gambaran yang ada dibenaknya. Tetapi ilmu pengetahuan syuhudi ini tidak memerlukan gambaran-gambaran yang ada di benak tersebut. Oleh karena itu kelebihan ilmu pengetahuan syuhudi -yang hakiki- ini adalah terhindar dari kekeliruan dan kesalahan. Tetapi, ilmu pengetahuan syuhudi ini sebenarnya merupakan penafsiran-penafsiran yang dilakukan oleh benak seseorang penyaksi batin terhadap hal-hal yang ia saksikan. Jika demikian halnya, maka sangat mungkin akan terjadi kekeliruan dan kesalahan ketika menafsirkan dan menjelaskan penyaksian batinnya tersebut. Dengan ungkapan lain, bahwa penyaksian hakiki batinnya itu sendiri tidak tersentuh oleh kekeliruan, tetapi penafsiran atas penyaksiannya itulah yang sangat mungkin mengalami kekeliruan dan kesalahan.

      Macam-macam Pandangan Dunia
Setelah kita dapat memahami keempat macam ilmu pengetahuan manusia tadi, maka berdasarkan penjelasan tersebut, pandangan dunia atau pandangan manusia mengenai wujud dan penciptaan alam semesta ini dapat dibagi menjadi empat macam pula:
1. Pandangan dunia empiris. Artinya bahwa seseorang dapat mencapai pandangan universal mengenai wujud dengan menggunakan metode empiris tersebut.
2. Pandangan dunia falsafi. Artinya bahwa seseorang dapat mencapai pandangan universal mengenai wujud dengan cara menggunakan metode filsafat dan kemampuan akalnya.
3. Pandangan dunia agama. Artinya bahwa seseorang dapat mencapai pandangan universal mengenai wujud melalui cara meyakini dan mempercayai petuah-petuah para pemimpin agamanya.
4. Pandangan dunia irfani. Artinya bahwa seseorang dapat mencapai pandangan universal mengenai wujud dengan cara dan jalan syuhudi dan penyaksian mata hati.
Setelah uraian di atas dapat dipahami dengan baik, yang perlu dipertanyakan adalah: apakah masalah-masalah mendasar yang berhubungan dengan pandangan dunia dan keyakinan terhadap wujud pencipta dapat dipecahkan dengan berbagai cara atau dengan salah satu dari cara-cara tersebut, ataukah tidak?
Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan ini, kita perlu mengkaji lebih jauh lagi tentang berbagai metode di atas.

     Keterbatasan metode empiris
Sebagaimana kita ketahui bahwa ruang lingkup pengetahuan empirik itu terbatas hanya pada fenomena-fenomena yang bersifat materi. Dengan demikian sulit bagi kita untuk mengenal dan mengetahui dasar-dasar pandangan dunia mengenai penciptaan alam semesta dan mengatasi berbagai persoalan yang berhubungan dengannya jika hanya mengandalkan data-data penge-tahuan yang diperoleh dengan metode empiris tersebut, mengingat bahwa persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah keyakinan itu berada di luar jangkauan ilmu-ilmu empiris. Karena ilmu empiris manapun tidak membahas dan menjelaskan mengenai masalah-masalah tersebut. Atas dasar itulah, kita tidak mungkin dapat menetapkan ataupun menafikan wujud Pencipta alam semesta ini melalui metode tersebut, misalnya dengan mengadakan penelitian di laboratorium. Karena kemampuan inderawi tidak akan mampu menilai dan memperoleh kesimpulan tentang ada atau tiadanya sesuatu yang di luar lingkup alam materi.
 Dengan dasar itu dapat dikatakan bahwa pandangan dunia empiris bagaikan “fatamorgana” ketika berhadapan dengan hal-hal yang bersifat nonmateri dan maknawi, karena ia hanya merupakan "pengetahuan tentang alam materi" yang tidak bisa dijadikan alat untuk mengungkap persoalan-persoalan mendasar mengenai wujud pencipta.
Adapun ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui jalur ta’abbudi, tekstual atau dogmatis hanya berperan secara sekunder. Karena pengetahuan tersebut baru dapat digunakan setelah kita dapat membuktikan keberadaan pengetahuan sebelumnya sebagai landasannya. Misalnya untuk mengakui dan menerima risalah seorang nabi, kita harus menetapkan kenabiannya terlebih dahulu . Dan sebelum itu, kita pun harus membuktikan adanya Tuhan Sang Pengutusnya. Karena kita tidak mungkin dapat menetapkan keberadaan Sang Pengutus dan kenabian seorang nabi melalui ucapan nabi itu sendiri. Dan kitapun tidak dapat mengatakan bahwa mengingat kitab suci tertentu telah menjelaskan keberadaan Tuhan, maka masalah wujud Tuhan itu dianggap telah jelas berdasarkan firman Tuhan di dalam kitab tersebut. Tetapi yang benar adalah, setelah kita dapat membuktikan wujud Tuhan dan kenabian seorang nabi yang dipilihnya, dan kitapun telah mengenal utusan-Nya, di samping itu juga kita telah membuktikan kebenaran kitab suci-Nya tersebut, barulah setelah itu kita dapat menerima berbagai macam keyakinan parsial lainnya dan ajaran-ajaran yang bersifat praktis dengan dasar informasi orang yang jujur atau dari sumber yang dapat dipercaya. Dengan demikian, maka pengetahuan dogmatis ini tidak memiliki peran langsung dalam menjawab dan menyelesaikan berbagai persoalan prinsipal yang berhubungan dengan masalah wujud dan penciptaan alam semesta.
Adapun mengenai pengetahuan syuhudi (penyaksian mata batin), tidak mungkin dapat dicapai oleh seseorang dengan cepat dan mudah. Bahkan pengetahuan syuhudi ini memerlukan pembahasan yang luas dan panjang dengan beberapa alasan sebagai berikut :
pertama: Sesungguhnya pandangan dunia seputar penciptaan alam semesta merupakan pengetahuan yang terbentuk dari gambaran-gambaran konseptual di dalam pikiran. Sementara pengetahuan syuhudi sama sekali tidak memerlukan gambaran-gambaran konseptual tersebut. Dengan demikian, penisbahan gambaran-gambaran konseptual kepada konteks syuhudi hanya merupakan toleransi yang dilihat dari sisi sumber kemunculan gambaran-gambaran konseptual tersebut.
 Kedua: Untuk menjelaskan berbagai persoalan syuhudi melalui kata-kata dan konsep, membutuhkan kemampuan dan kekuatan nalar tertentu yang tidak mungkin dapat dicapai oloeh seseorang kecuali setelah memiliki berbagai pengetahuan dasar dan pengalaman yang cukup panjang, yaitu berupa kemampuan analisis rasional dan filosofis. Karena seseorang yang tidak memiliki berbagai pengetahuan dasar dan kekuatan nalar yang tinggi semacam ini akan menggunakan kata-kata, ungkapan-ungkapan dan konsep-konsep yang samar dan mutasyabih. Akibatnya bukan akan memberikan pencerahan jiwa dan pemikiran, tetapi sangat mungkin malah akan menjadi faktor utama bagi terjadinya penyimpangan dan kesesatan.
 Ketiga: Pada kebanyakan kondisi, seringkali terjadi kesamaran dan kekeliruan antara syuhudi hakiki atau hakikat realitas yang disaksikan melalui jalan syuhudi dengan gambaran-gambaran yang bersifat khayalan dan penafsiran konseptual terhadap hakikat tersebut. Bahkan, kekeliruan dan kekaburan itu bisa juga menimpa sekalipun kepada si pelaku syuhud itu sendiri.
 Keempat: Seseorang tidak mungkin dapat mencapai berbagai pengetahuan syuhudi dan penyaksian hakikat mata batin kecuali setelah melakukan riyadhah ruhiyah atau sair-suluk irfani (pelatihan ruhani) selama bertahun-tahun. Tetapi perlu diketahui, bahwa keimanan dan keyakinan seseorang terhadap metode sair-suluk yang merupakan pengetahuan praktis, sangat bergantung kepada pengetahuannya terhadap dasar-dasar teoritis dan persoalan-persoalan yang mendasar dalam pandangan dunia.
Oleh karena itu, sebelum seseorang mulai melakukan sair-suluk, ia harus menuntaskan dan menguasai persoalan-persoalan itu dengan baik, karena pengetahuan syuhudi itu baru bisa diperoleh ketika ia berada pada puncak perjalanan sair-suluknya tersebut. Pada hakikatnya, irfan hakiki itu baru akan dapat dicapai oleh seseorang tatkala ia berusaha dengan sungguh-sungguh dan penuh ikhlas beribadah kepada Tuhannya. Sementara usaha dan suluknya itu sendiri bergantung kepada pengetahuan tentang Tuhannya dan tentang cara beribadah kepada-Nya.

     Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari uraian di atas adalah bahwa satu-satunya jalan bagi seseorang yang beru-saha untuk mencari solusi dalam menghadapi masalah-masalah pokok pandangan dunia dan masalah keyakinan adalah jalan logika atau metode rasional. Dengan demikian maka pandangan dunia yang sebenarnya adalah pandangan dunia falsafi.
Tetapi perlu diketahui bahwa membatasi upaya mencari solusi atas masalah-masalah tersebut pada metode rasional dan premis-premis filosofis, tidak berarti bahwa untuk pencapaian pandangan dunia semacam itu hanya bergantung kepada pemecahan atas seluruh persoalan Filsafat. Tetapi upaya itu cukup hanya dengan mengkaji sebagian masalah filsafat yang sederhana dan tampak gamblang saja. Dengan cara inilah kita dapat membuktikan wujud Tuhan. Hal ini merupakan masalah yang paling penting dalam pandangan dunia, walaupun studi khusus mengenai masalah-masalah ini dan cara menghadapi berbagai kritik serta keraguan dan pemecahannya membutuhkan kejelian filosofis secara luas.
Begitu pula, ketika kita membatasi berbagai pengetahuan yang dapat membuahkan dan menyelesaikan masalah-masalah yang mendasar melalui pengetahuan rasional, hal itu bukan berarti kita mengabaikan pengetahuan-pengetahuan lainnya untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Bahkan kita dapat menggunakan argumen-argumen rasional yang sebagian premisnya dihasilkan dari jalur ilmu syuhiudi atau indera dan eksperimen. Sebagaimana juga kita dapat menggunakan pengetahuan dogmatis atau ta'abbudi untuk menyelesaikan masalah-masalah sekunder dan keyakinan-keyakinan parsial yang biasanya dibuktikan melalui kandungan kitab suci atau referensi-referensi yang merupakan sumber-sumber agama yang dapat dipercaya.
Akhirnya, ketika seseorang telah dapat mencapai suatu keyakinan dan ideologi yang “benar”, dan kemudian ia meneruskan usahanya tersebut dengan gigih, maka -tidak mustahil- ia akan mencapai peringkat mukasyafah dan musyahadah (penyaksian mata batin). Pada pringkat tersebut ia tidak lagi memerlukan pahaman-pahaman, gambaran-gambaran konseptual dan berbagai argumen rasional untuk meyakini wujud Tuhan dan berbagai hakikat realitas.[www.wisdoms4all.com]
Link

Belajar HTML untuk pemula (bag. 4)

Format Teks HTML

Paragraph atau alinea dalam bahasa indonesianya yang memiliki tag <p> untuk awal paragraf sedang untuk tag penutup adalah </p>.
penulisan sintaksnya adalah :

<p>
...................
</p>

tag <p> memiliki attribut align yang memiliki nilai left, right dan center dan sintaksnya sebagai berikut :

<p align="left">
...................
</p>

contoh :

<p align="center">
Ini adalah HTML rata tengah
</p>
<p align="right">
Ini adalah HTML rata kanan
</p>
<p align="left">
Ini adalah HTML rata kiri
</p>

ketiklah contoh di atas pada notepad kemudian simpan dengan nama file format.html dan coba jalankan pada browser dan lihat hasilnya.

Font atau huruf memiliki tag <font> dengan attribute color, face dan size, sintaksnya akan menjadi

<font color="red" face="arial" size="10">
ini HTML font
</font>



 Link

Belajar HTML untuk pemula (bag. 3)

Bentuk HTML tabel pada dasarnya adalah seperti berikut

<table>
<tr>
<td>kolom1 </td><td>kolom2 </td>
</tr>
<tr>
<td>kolom1 </td><td>kolom2 </td>
</table>

Penjelasan

<tabel>dan </tabel>adalah merupakan batasan area HTML untuk tabel.
<tr>dan </tr>menyatakan batasan untuk sebuah baris dalam table.
<td>dan </td>adalah batasan untuk data dalam sebuah sel tabel, pada bentuk penulisan HTML di atas pada kata "kolom1" dan "kolom2" yang pertama menyatakan posisi sel kolom1 baris1 dan kolom2 baris1 sedangkan untuk kata "kolom1" dan "kolom2" yang kedua adalah menyatakan posisi sel berada pada kolom1 baris2 dan kolom2 baris2.

Contoh

<table border="1">
<tr>
<td>baris1 kolom1 </td>
<td>baris1 kolom2 </td>
</tr>
<tr>
<td>baris2 kolom1 </td>
<td>baris2 kolom2 </td>
</tr>
<tr>
<td>baris3 kolom1 </td>
<td>baris3 kolom2 </td>
</tr>

Penambahan border="1" adalah dengan maksud memberikan batasan antar setiap sel dengan sbuah garis atau tabel bergaris, jika tabel dibuat tidak bergaris maka tinggal menghilangkan penulisan border. Angka 1 pada kata border="1" menyatakan nilai atau ukuran garis pada tabel tersebut, semakin besar nilainya maka semakin besar pula garisnya.

ketiklah contoh di atas pada notepad kemudian simpan dengan nama file latihan3.html dan coba jalankan dari browser pada komputer anda.

Hasilnya jika di jalankan pada browser akan terlihat seperti di bawah ini :










Link

Belajar HTML untuk pemula (bag. 2)

Heading atau Judul

Untuk membuat heading atau judul pada HTML terdiri dari :

  1. <h1>Judul 1</h1>
  2. <h2>Judul 2</h2>
  3. <h3>Judul 3</h3>
  4. <h4>Judul 4</h4>
  5. <h5>Judul 5</h5>
  6. <h6>Judul 6</h6>

Penjelasannya :

<h1>....</h1> adalah merupakan penulisan judul dengan ukuran huruf yang paling besar dan untuk <h2>...</h2> dan seterusnya sampai <h6>...</h6> adalah judul kedua sampai dengan judul keenam dengan ukuran huruf semakin besar nilainya maka semakin kecil ukuran hurufnya.

Sebagai praktek buatkan atau ketik kode HTML berikut ini pada notepad kemudian simpan dengan nama file praktek2.html kemudian buka atau jalankan pada web browser anda dan perhatikan hasil yang terjadi.

<h1>Judul Baris Pertama</h1>
<h2>Judul Baris Kedua</h2>
<h3>Judul Baris Ketiga</h3>
<h4>Judul Baris Keempat</h4>
<h5>Judul Baris Kelima</h5>
<h6>Judul Baris Keenam</h6>

Dan hasilnya akan terlihat seperti berikut :

Judul Baris Pertama


Judul Baris Kedua


Judul Baris Ketiga


Judul Baris Keempat


Judul Baris Kelima

Judul Baris Keenam


Selamat mencoba semoga bermanfaat.



Link

Belajar HTML untuk pemula (bag. 1)

Sebelum memulai mempraktekan HTML ada baiknya kenal terlebih dahulu apa itu HTML.

HTML (HiperText Markup Language) adalah merupakan sebuah bahasa text yang digunakan untuk membuat sebuah halaman web untuk menampilkan informasi-informasi ke sebuah software browser di internet seperti internet explorer, mozila firefox dan lainnya.

Memulai HTML

Software apakah yang digunakan untuk menulis bahasa HTML ? untuk menulis bahasa html biasa digunakan software bawaan windows yaitu notepad tetapi bisa juga menulis HTML pada Microsoft Front Page, DOS Edit.

Untuk membuat sebuah bahasa HTML pada notepad harus disimpan (save) dengan akhiran atau extensi html agar bisa dibaca oleh web browser, sebagai contoh latihan1.html.

Menjalankan HTML

Setelah membuat sebuah proyek HTML dengan cara mengetik pada notepad, selanjutnya HTML tersebut coba dijalankan dengan menggunakan sotware browser yang ada pada komputer anda, misalnya Internet Explorer yang merupakan bawaan windows, atau bisa juga dengan firefox, gunakan salah satunya.

Cara membuka file HTML

Jalankan wbe browser anda (IE atau firefox), jika menggunakan Internet Explorer, maka klik menu File kemudian pilih Open, selanjutnya cari file html yang barusan anda buat kemudian klik open. Apabila menggunakan firefox maka klik menu File kemudian pilih Open File, selanjutnya cari file html yang sudah dibuatkan tadi kemudian klik Open.

Itu adalah langkah-langkah dalam membuat bahasa html hingga menjalankannya pada web browser.

bentuk dasar dari html adalah :

<html>
<head>
<title>
Judul HTML pertamaku
</title>
</head>
<body>
body/isi HTML pertamaku.
</body>
</html>

Untuk mencoba sebuah proyek html anda yang baru, coba buka notepad kemudian ketikan kode di atas dan simpan (save) dengan nama file latihan1.html kemudian coba jalankan pada browser (Internet Explorer/Mozilla Firefox) di komputer anda.

Selamat mencoba
.
    Link